Jumat, 06 Maret 2009

Passion : Episode 1

Beberapa waktu lalu saya bertemu teman semasa sekolah dasar yang bekerja sebagai kasir di sebuah pusat perbelanjaan. Awalnya saya lupa namanya, maklum sudah lebih dua puluh tahun tidak berjumpa. Jadi setelah mengintip name tag-nya saya lebih dahulu menyapa. Saya surprise ketika ia mengomentari saya pada rekannya yang lain, Ini temanku SD, paling pinter di kelas lho. Sumpah, teman saya terlalu hiperbola sebenarnya, namun terus terang pernyataannya ini berhari-hari mengusik saya. Hm.. apa yang sudah terjadi pada anak paling pintar di kelas itu setelah dua puluh lima tahun berlalu?
Kalau saya flash back, cita-cita anak paling pintar di kelas ini(he..he..he.. saya jadi senang menggunakan term ini), sudah menyimpang jauh dari keinginan semula. Saya dulu ingin jadi arkeolog atau ahli sejarah atau antropolog. Ini bukan cita-cita yang umum buat anak-anak, entah kenapa saya tertarik sekali dengan sejarah. Namun demikian, sewaktu SMA secara sadar saya banting setir memilih Fakultas Psikologi, karena menurut hemat saya (yang waktu itu masih SMA) ahli sejarah di Indonesia itu tidak laku.
Masa kuliah di Psikologi saya lalui biasa-biasa, nggak jelek. Namun setelah bekerja fulltime beberapa tahun, saya merasa karir saya mandeg. Mungkin karena bukan passion, saya setengah hati mengerjakannya. Saya pindah jalur menjadi independent consultant, setelah empat tahun lagi-lagi saya mulai kehilangan gairah. Pembosankah atau hati saya yang nggak disitu?
Menurut Wikipedia, passion bisa diartikan sebagai satu perasaan ketertarikan yang sangat kuat mengenai suatu hal atau seseorang. Alangkah senangnya jika sedari bangun pagi, kita bisa memilih aktivitas atau pekerjaan yang disukai, dikelilingi orang-orang yang memiliki kesamaan minat dan ide serta lepas dari kekhawatiran mengenai kesulitan keuangan. Bayangkan energi yang akan dihasilkan oleh orang yang bekerja dengan passion. Layaknya orang sedang jatuh cinta, maka pekerjaan itu membuatnya tetap bersemangat dan gembira. Kalau perlu dipikirkannya 24 jam sehari tanpa merasa letih.
Jujur saya akui, meski bertahun-tahun telah berlalu namun passion saya tetap pada sejarah. Kalau melihat bangunan tua dan bersejarah kayaknya hati ini gemanaaa gitu, dan saya lebih betah membaca buku-buku atau novel sejarah dari pada mempelajari teori-teori psikologi. Berangkat dari pengalaman itu, saya menggeser paradigma berpikir saya dan mulai memadukan antara ilmu yang sudah kadung dipelajari dengan kesenangan atau passion. Belum 100% menghasilkan, namun hati saya merasa senang. Minimal feeling so good dulu. Perasaan gembira itu energi yang sangat positif lho.
Anda sendiri, apakah mengalami hal yang sama dengan saya? Punya passion yang berbeda dengan jalur karir yang ditekuni sekarang atau selama ini memupuk passion hanya sebagai hobi. Ingat, passion yang tidak menghasilkan duit akan menjadi sebuah hobi yang mahal. Jadi, usahakan membisniskan passion anda sehingga kesenangan dan penghasilan yang besar akan berjalan seiring. Mungkin ini saatnya meredefinisi tujuan hidup anda dan mulai menjadikan passion sebagai sebuah lentera jiwa.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Mitra Inspira Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template